SALINAN
KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 155 /U/1998
KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 155 /U/1998
TENTANG
PEDOMAN UMUM ORGANISASI KEMAHASISWAAN DI PERGURUAN TINGGI
PEDOMAN UMUM ORGANISASI KEMAHASISWAAN DI PERGURUAN TINGGI
MENTERI
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN,
Menimbang
a. bahwa
pendidikan nasional telah mengalami perkembangan yang memerlukan penyesuaian
dan pemantapan baik dalam hal kebijaksanaan maupun tatanannya;
b. bahwa pengembangan
kehidupan kemahasiswaan adalah bagian integral dalam sistem pendidikan nasional
sebagai kelengkapan kegiatan kurikuler;
c. bahwa organisasi
kemahasiswaan perlu ditingkatkan peranannya sebagai perangkat perguruan tinggi
dan sebagai warga sivitas akademika;
d. bahwa pengembangan
organisasi kemahasiswaan perlu disesuaikan dengan pelaksanaan reformasi di
bidang pendidikan tinggi dan tuntutan globalisasi pada masa mendatang;
e. bahwa sesuai dengan
butir a, b, c, dan d dipandang perlu menetapkan pedoman umum organisasi
kemahasiswaan di perguruan tinggi;
Mengingat
1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi beserta
perubahannya;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
KEPUTUSAN
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
TENTANG PEDOMAN UMUM ORGANISASI KEMAHASISWAAN
DI PERGURUAN TINGGI.
TENTANG PEDOMAN UMUM ORGANISASI KEMAHASISWAAN
DI PERGURUAN TINGGI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan
1. Organisasi kemahasiswaan intra. perguruan
tinggi adalah wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan
wawasan dan peningkatan kecendekiawanan serta integritas kepribadian untuk
mencapai tujuan pendidikan tinggi.
2. Tujuan pendidikan tinggi adalah :
a. Menyiapkan
peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik
dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan
ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian.
b. Mengembangkan dan
menyebarluaskan ilmu pengetatman, teknologi dan/atau kesenian serta
mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan tarap kehidupan masyarakat dan
memperkaya kebudayaan nasional.
3. Organisasi kemahasiswaan antar perguruan tinggi
adalah wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa untuk menanamkan sikap
ilmiah, pemahaman tentang arah profesi dan sekaligus meningkatkan kerjasama,
serta menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan.
4. Kegiatan kurikuler adalah kegiatan akademik
yang meliputi : kuliah, pertemuan kelompok kecil (seminar, diskusi, responsi),
bimbingan penelitian, praktikum, tugas mandiri, belajar mandiri, penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat (kuliah kerja nyata, kuliah kerja lapangan dan
sebagainya).
5. Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan
kemahasiswaan yang meliputi: penalaran dan keilmuan, minat dan kegemaran, upaya
perbaikan kesejahteraan mahasiswa dan bakti sosial bagi masyarakat.
Pasal 2
Organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi
diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk mahasiswa dengan
memberikan peranan dan keleluasaan lebih besar kepada mahasiswa.
BAB II
BENTUK ORGANISASI KEMAHASISWAAN
BENTUK ORGANISASI KEMAHASISWAAN
Pasal 3
(1) Di setiap perguruan tinggi terdapat satu
organisasi kemahasiswaan intra perguruan tinggi yang menaungi semua aktivitas
kemahasiswaan.
(2) Organisasi kemahasiswaan intra perguruan
tinggi dibentuk pada tingkat perguruan tinggi, fakultas dan jurusan.
(3) Bentuk dan badan kelengkapan organisasi
kemahasiswaan intra perguruan tinggi ditetapkan berdasarkan kesepakatan antar
mahasiswa, tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku,
dan statuta perguruan tinggi yang bersangkutan.
(4) Organisasi kemahasiswaan pada sekolah tinggi,
politeknik, dan akademi menyesuaikan dengan bentuk kelembagaannya.
(5) Organisasi kemahasiswaan antar perguruan
tinggi yang sejenis menyesuaikan dengan bentuk kelembagaannya.
BAB III
KEDUDUKAN, FUNGSI DAN TANGGUNGJAWAB
KEDUDUKAN, FUNGSI DAN TANGGUNGJAWAB
Pasal 4
Kedudukan organisasi kemahasiswaan intra perguruan
tinggi merupakan kelengkapan non struktural pada organisasi perguruan tinggi
yang bersangkutan.
Pasal 5
Organisasi kemahasiswaan intra perguruan tinggi
mempunyai fungsi sebagai sarana dan wadah:
1. perwakilan mahasiswa tingkat perguruan tinggi
untuk menampung dan menyalurkan aspirasi mahasiswa, menetapkan garis-garis
besar program dan kegiatan kemahasiswaan;
2. pelaksanaan kegiatan kemahasiswaan;
3. komunikasi antar mahasiswa;
4. pengembangan potensi jatidiri mahasiswa sebagai
insan akademis, calon ilmuwan dan intelektual yang berguna di masa depan;
5. pengembangan pelatihan keterampilan organisasi,
manajemen dan kepemimpinan mahasiswa;
6. pembinaan dan pengembangan kader-kader bangsa
yang berpotensi dalam melanjutkan kesinambungan pembangunan nasional;
7. untuk memelihara dan mengembangkan ilmu dan
teknologi yang dilandasi oleh norma-norma agama, akademis, etika, moral, dan
wawasan kebangsaan.
Pasal 6
Derajat kebebasan dan mekanisme tanggungjawab
organisasi kemahasiswaan intra perguruan tinggi terhadap perguruan tinggi
ditetapkan melalui kesepakatan antara mahasiswa dengan pimpinan perguruan
tinggi dengan tetap berpedoman bahwa pimpinan perguruan tinggi merupakan
penanggungjawab segala kegiatan di perguruan tinggi dan/atau yang
mengatasnamakan perguruan tinggi.
BAB IV
KEPENGURUSAN, KEANGGOTAAN DAN MASA BAKTI
KEPENGURUSAN, KEANGGOTAAN DAN MASA BAKTI
Pasal 7
(1) Pengurus organisasi kemahasiswaan intra
perguruan tinggi pada masing-masing tingkat sekurang-kurangnya terdiri atas
ketua umum, sekretaris dan anggota pengurus.
(2) Pengurus ditetapkan melalui pemilihan yang
tatacara dan mekanismenya ditetapkan oleh mahasiswa perguruan tinggi yang
bersangkutan.
Pasal 8
Keanggotaan organisasi kemahasiswaan pada
masing-masing tingkat adalah seluruh mahasiswa yang terdaftar dan masih aktif
dalam kegiatan akademik.
Pasal 9
Masa bakti pengurus organisasi kemahasiswaan
maksimal 1 (satu) tahun dan khusus untuk ketua umum tidak dapat dipilih
kembali.
BAB V
PEMBIAYAAN
PEMBIAYAAN
Pasal 10
(1) Pembiayaan untuk kegiatan organisasi
kemahasiswaan di perguruan tinggi dibebankan pada anggaran perguruan tinggi
yang bersangkutan dan/atau usaha lain seijin pimpinan perguruan tinggi dan
dipertanggungiawabkan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
(2) Penggunaan dana dalam kegiatan kemahasiswaan
harus dapat dipertanggungjawabkan akuntabilitasnya.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 11
Semua organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi
yang telah ada pada saat ditetapkannya Keputusan ini agar menyesuaikan dengan
Keputusan ini.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 12
Dengan berlakunya Keputusan ini, Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0457/0/1990 tentang Pedoman Umum Organisasi
Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 13
Petunjuk teknis pelaksanaan Keputusan ini
ditetapkan oleh pimpinan perguruan tinggi yang bersangkutan.
Pasal 14
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 Juni 1998
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN,
ttd.
Prof. Dr. Juwono Sudarsono, M.A.
SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada
1. Sekretaris Jenderal Departemen Pendidikan dan.
Kebudayaan,
2. Inspektur Jenderal Departemen Pendidikan dan. Kebudayaan,
3. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan. Kebudayaan,
4. Kepala Badan Penelitian dan. Pengembangan Pendidikan. dan Kebudayaan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
5. Sekretaris Inspektorat Jenderal, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, dan
Badan Penelitian. dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan di lingkungan
Departemen Pendidikan dan. Kebudayaan,
6. Semua Rektor universitas/institut, Ketua sekolah tinggi, Direktur
politeknik/akademi di lingkungan Departemen Pendidikan dan. Kebudayaan,
7. Semua Koordinator Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta,
8. Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara,
9. Badan Pemeriksa Keuangan,
10. Direktorat Jenderal Anggaran Departemen Keuangan,
11. Komisi VII DPR-RI.